BOGOR, Erfa News–
Di tengah berkembangnya tren dekorasi interior yang memanfaatkan barang antik dan vintage, Flipper Vintage & Hobbies muncul sebagai salah satu pionir di Kota Bogor.
Toko ini menawarkan barang-barang vintage mulai tahun 1800-an hingga tahun 1900-an, yang diminati oleh berbagai kalangan, dari anak muda hingga orang dewasa.
Pemiliknya, Ridhamal Barkah, yang akrab disapa Amal, menilai pasar barang vintage di Bogor memiliki prospek yang cukup baik.
“Kalau bicara peluang usaha, saya rasa cukup menjanjikan. Di Bogor sendiri toko vintage masih jarang, meskipun toko antik sudah mulai ada beberapa," ujarnya kepada Erfa News, Kamis (27/11/2025).
Menurut dia, jarangnya toko yang khusus menjual barang vintage membuat Flipper Vintage Store memiliki posisi unik di pasar lokal.
Selain itu, minat masyarakat terhadap barang vintage yang orisinal, termasuk furnitur, dekorasi, dan aksesori rumah, semakin meningkat.
Pasar Toko Vintage di Kota Bogor
Selain peluang yang masih terbuka, lokasi Bogor yang kaya akan kafe dengan konsep industrial menjadi salah satu alasan meningkatnya permintaan.
“Peluangnya di Bogor juga menarik karena banyak kafe. Saat ini, banyak kafe yang mengusung konsep industrial dan memanfaatkan dekorasi vintage, sehingga pasarnya makin luas," ujar Amal.
Menurut dia, banyak pemilik kafe dan restoran yang ingin menghadirkan nuansa unik bagi pengunjung.
Barang-barang vintage menjadi elemen penting untuk menciptakan estetika yang menarik.
Tak hanya kafe, hotel dan penginapan di kota ini juga mulai melirik furnitur vintage sebagai bagian dari desain interior mereka.
Segmentasi Pasar yang Jelas
Amal menegaskan bahwa target pasar Flipper Vintage Store berbeda dari galeri-galeri besar yang biasanya menyasar kolektor antik dan konsumen dengan daya beli tinggi.
“Target saya berbeda dari galeri-galeri besar. Saya menyasar anak muda, tapi tetap bisa masuk ke middle age dan orang tua. Konsep tokonya vintage, bukan antik," ujarnya.
Ia menjelaskan perbedaan antara vintage dan antik, agar pembeli tidak keliru.
“Vintage itu 70-an ke atas, kalau yang lebih tua itu antik,” katanya.
Dengan strategi ini, Amal berharap bisa menjangkau pasar yang lebih luas, termasuk mereka yang baru tertarik memulai koleksi barang vintage, tanpa harus mengeluarkan biaya setinggi membeli barang antik.
Meningkat Sejak Pandemi
Tren barang vintage di Bogor justru mengalami lonjakan sejak pandemi Covid-19.
Banyak orang yang menghabiskan lebih banyak waktu di rumah mencari hobi baru dan cara mempercantik lingkungan rumahnya.
“Naik. Sejak Covid malah lebih ramai, mungkin karena orang banyak di rumah dan cari hobi. Banyak interior designer, pemilik kafe, dan hotel yang cari barang vintage," ungkap Amal.
Fenomena ini menunjukkan bahwa barang vintage tidak hanya sebagai koleksi, tetapi juga berfungsi sebagai dekorasi rumah dan tempat usaha yang estetis.
Selain itu, pandemi juga mendorong masyarakat untuk lebih kreatif dalam mendekorasi ruang, sehingga minat terhadap barang-barang unik dan orisinal meningkat.
Keaslian Barang Dijamin
Salah satu tantangan dalam bisnis vintage adalah memastikan keaslian barang. Amal menekankan komitmennya terhadap transparansi.
“Dijamin original. Kalau ada barang reproduksi, saya pasti bilang. Kalau ada bagian yang diganti, saya tulis juga,” katanya.
Flipper Vintage Store menampilkan berbagai koleksi mulai dari furnitur, lampu, hiasan dinding, hingga aksesori rumah yang memiliki nilai estetika tinggi.
Amal menekankan bahwa setiap barang dipilih secara selektif untuk memastikan kualitas dan keunikan.
Menurut dia, strategi ini membuat toko tetap relevan meski jumlah kolektor antik di Bogor masih terbatas.
Dengan mengedukasi pasar tentang perbedaan antara vintage dan antik, toko ini mampu menjangkau kalangan muda yang baru tertarik dengan barang-barang antik.
Berawal dari Masa Pandemi
Berlokasi di kawasan KPP IPB Baranangsiang, Kota Bogor, Flipper Vintage Store menyajikan puluhan ribu koleksi dari berbagai jenis barang.
Ketertarikan Amal terhadap dunia vintage bermula dari hobinya mengoleksi motor-motor lawas.
Selain itu, ia memiliki seorang paman yang juga gemar mengumpulkan benda antik dan lebih dahulu membuka toko khusus koleksi lama.
Seiring waktu, karena sering membantu usaha pamannya, Amal ikut terbawa dan akhirnya menekuni hobi mengumpulkan barang-barang antik maupun vintage.
Ketika pandemi membuat banyak sektor berhenti beroperasi, justru momen itu menjadi titik awal bagi lahirnya toko barang antik di Bogor.
“Awalnya gara-gara Covid. Dulu saya memang sudah kepikiran mau bikin toko seperti ini, tadinya malah mau bikin Cuci Steam. Terus ngobrol sama om, kata om, ‘Ngapain bikin Cuci Steam? Bikin toko antik aja,’ akhirnya bikin toko," kata dia.
Rasa Penasaran Anak Muda
Raka (22), seorang pengunjung, mengaku bahwa toko seperti ini selalu berhasil menarik perhatiannya.
Ada daya tarik visual yang sulit dijelaskan, sesuatu yang berbeda dari toko modern yang serba rapi dan seragam.
“Iseng sih, biasanya kalau habis nongkrong sama temen lewat karena kebetulan dekat kampus juga kan. Kalau lihat ada barang jadul yang unik-unik, suka kepo aja,” ujarnya.
Ia bukan tipe orang yang sengaja berburu barang antik untuk dikoleksi atau dijadikan aset.
Namun, suasana vintage memberi pengalaman tersendiri, seolah menyentuh potongan kecil dari masa lalu yang masih tersisa.
“Bukan kolektor banget. Cuma suka aja lihat bentuk-bentuk barang jadul. Kayak vibes-nya beda, lebih ada cerita gitu. Buat hiburan mata juga sih,” katanya.
Bagi Raka, perbedaan utama antara barang antik dan barang modern bukan pada fungsi, melainkan pada perasaan yang dibawa—sebuah kesan bahwa benda-benda itu memiliki memorinya sendiri.
“Kayaknya lebih ke feeling aja ya. Barang modern tuh semuanya sama. Kalau barang antik tuh kayak punya personality. Kayak ada jejak umurnya,” ucapnya.
Meski demikian, sebagai mahasiswa, ia menyadari bahwa tidak semua barang bisa dibeli.
Beberapa benda memiliki harga yang tidak sesuai dengan kantong anak kuliahan.
Kadang, ia hanya membeli barang kecil yang terjangkau, bukan koleksi besar, sekadar dekorasi agar kamarnya terasa lebih personal.
“Pernah beli kaya lukisan kecil gitu sih, murmer, cuma buat hiasan kamar. Lebih ke lucu aja bentuknya,” ujar Raka.
Estetika Barang Jadul
Berbeda dengan Raka, Seli (20) datang bukan sekadar iseng.
Ia memang menyukai benda-benda dengan bentuk unik, terutama yang bisa dijadikan dekorasi kamar atau properti foto.
Bagi Seli, toko seperti ini memadukan estetika dan keanehan yang menyenangkan.
“Aku suka lihat barang-barang yang bentuknya unik. Soalnya aku seneng liat barang yang punya gaya khas. Nggak harus antik banget, yang penting estetik,” kata Seli.
Ia mengaku bukan seorang kolektor, tetapi peminat “estetik-antikan”, istilah yang menggambarkan selera visual anak muda urban yang gemar memadukan unsur jadul ke dalam ruang pribadi mereka.
Barang antik bagi Seli bukan sekadar benda lama, melainkan elemen dekorasi yang memberi karakter pada ruangan.
“Lebih ke peminat estetik-antikan sih. Kalau ada barang yang bisa dijadiin dekor kamar, ya aku tertarik,” ujarnya.
Dari semua koleksi yang memenuhi toko, Seli paling tertarik pada jam-jam tua yang berdiri di sisi dinding serta lampu-lampu jadul yang memancarkan nuansa klasik.
Baginya, bentuk-bentuk itu fotogenik dan memiliki nilai visual yang tidak dimiliki lampu modern.
“Kalau yang di toko sih jam-jam tuanya itu sih. Terus lampu-lampu jadul yang bentuknya tinggi. Cakep buat difoto,” paparnya.
Menurut Seli, barang vintage tetap relevan bagi generasi muda karena mereka selalu mencari sesuatu yang berbeda.
Produk modern cenderung seragam, sedangkan barang lama menawarkan keunikan yang tidak bisa digantikan.
“Karena anak muda suka barang yang ‘beda’. Kita kan gampang bosan ya. Barang antik tuh kayak ngasih alternatif selain barang yang semuanya sama,” ujarnya.
Kontestasi Budaya Antik
Era digital membawa tantangan baru. Perkembangan teknologi, kecerdasan buatan, dan robotik menciptakan budaya serba cepat dan instan.
Namun, sosiolog dari UNJ Rakhmat Hidayat menilai, di sisi lain, toko barang antik justru menjadi ruang sunyi yang bertahan.
“Kehidupan saat ini ada pertarungan global, orang berlomba menguasai informasi, teknologi digital, dan robotik. Budaya antik tetap bertahan meski termarginalkan menghadapi kepungan budaya global," kata dia.
Rakhmat memprediksi bahwa meski teknologi akan mendominasi masa depan, toko antik dan komunitasnya tidak akan hilang begitu saja.
“Di masa depan, teknologi digital dan robotik akan semakin dominasi, namun toko-toko antik dengan komunitasnya akan tetap bertahan, meski mungkin semakin tersisih," ujar dia.
Interaksi yang Tidak Tergantikan
Hal lain yang membuat pasar barang antik tetap hidup adalah relasi antara penjual dan pembeli yang berlangsung secara personal.
Tidak seperti transaksi digital, hubungan ini dibangun melalui interaksi tatap muka, cerita, dan pengetahuan.
“Pedagang dan pembeli barang antik memiliki hubungan personal, dekat, dan akrab. Pangsa pasarnya jelas, dan mereka tahu persebaran barang, harga, dan asal-usulnya," ungkap dia.
Bagi Rakhmat, interaksi ini bukan sekadar jual-beli, tetapi proses bertukar nilai dan pengetahuan.
“Interaksi ini bukan hanya soal transaksi ekonomi, tapi juga transaksi pengetahuan, nilai, dan wacana. Pasar mereka otentik," kata dia.
Home » budaya »
dekorasi rumah »
pengecer »
perdagangan »
sejarah
» Perjalanan Ridhamal Membangun Flipper Vintage, Dimulai dari Koleksi Motor Lama
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Perjalanan Ridhamal Membangun Flipper Vintage, Dimulai dari Koleksi Motor Lama"
Posting Komentar