
Tantangan Industri Fintech Lending di Tengah Pertumbuhan yang Pesat
Di tengah pertumbuhan yang pesat, industri fintech lending menghadapi tantangan signifikan akibat gelombang kasus gagal bayar. Pada tahun 2025, sejumlah platform fintech mengalami pembiayaan bermasalah yang berujung pada keterlambatan pembayaran imbal hasil, dana lender yang tertahan, hingga pencabutan izin usaha oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Angka Outstanding dan Indikator Risiko
Pada Oktober 2025, outstanding pembiayaan fintech P2P lending mencapai Rp 92,92 triliun, tumbuh 23,86 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Meski demikian, indikator risiko kredit macet agregat TWP90 berada di 2,76 persen, lebih baik dibanding September 2025, namun masih lebih tinggi dari Oktober 2024. Angka ini tetap berada di bawah ambang batas ketentuan OJK maksimal 5 persen.
Namun, meskipun secara agregat terjaga, deretan kasus di tingkat penyelenggara menunjukkan dinamika yang lebih kompleks, seperti konsentrasi pembiayaan pada debitur tertentu, mismatch arus kas pada sektor-sektor tertentu (misalnya properti dan pembiayaan produktif), serta isu tata kelola dan pemenuhan ketentuan permodalan.
Kasus Akseleran: Potensi Gagal Bayar Rp 178 Miliar
Salah satu kasus yang banyak disorot pada 2025 adalah masalah pembayaran di PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (Akseleran). Permasalahan dipicu oleh enam peminjam yang tidak mampu mengembalikan pinjaman secara bersamaan. Potensi gagal bayar memengaruhi kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban pembayaran imbal hasil kepada lender, dengan nilai potensi gagal bayar Rp 178 miliar.
"Adapun 6 borrower itu didanai oleh lender retail Akseleran, dengan total jumlah outstanding per 3 Maret 2025 sebesar Rp 178,27 miliar," kata Tim Akseleran. Di sisi regulator, OJK menegaskan pemantauan dan mendorong penyelesaian pembiayaan bermasalah, termasuk melalui proses penagihan.
Kasus DSI: Keluhan Dana Tertahan Sejak Juni 2025
Kasus lain yang ramai pada paruh kedua 2025 adalah PT Dana Syariah Indonesia (DSI). Keluhan keterlambatan pencairan dana disebut mulai terasa bertahap sejak 2024 dan menjadi signifikan pada Juni 2025. Puncaknya terjadi 6 Oktober 2025, ketika kegagalan pembayaran dana pokok dan imbal hasil terjadi serentak pada semua lender.
OJK lalu melakukan audit umum pada Agustus–September 2025 dan menjatuhkan sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) kepada DSI pada 15 Oktober 2025. OJK memfasilitasi pertemuan antara pengurus DSI dan perwakilan lender.
Crowde: Izin Dicabut OJK pada 6 November 2025
Pada kuartal IV 2025, OJK mengambil langkah paling tegas terhadap salah satu penyelenggara, yakni mencabut izin usaha PT Crowde Membangun Bangsa. Dalam siaran pers OJK, pencabutan izin dilakukan melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK tanggal 6 November 2025. OJK menyatakan sebelum pencabutan, regulator telah meminta pengurus dan pemegang saham melakukan pemenuhan kewajiban ekuitas minimum, perbaikan kinerja, serta pemenuhan ketentuan.
Fintech Pertanian: iGrow Disorot, Persoalan Berlarut
Selain tiga nama besar di atas, 2025 juga memunculkan perhatian pada kelompok fintech yang menyalurkan pembiayaan ke sektor produktif tertentu, termasuk pertanian. Setidaknya ada tiga platform yang mengalami kendala gagal bayar, yakni TaniFund, iGrow, dan Crowde.
Untuk iGrow, OJK memberi surat peringatan karena tingkat risiko kredit bermasalah yang terjadi sejak 2023. OJK memantau rencana aksi (action plan) iGrow dengan opsi sanksi berjenjang dari peringatan tertulis hingga pembatasan kegiatan usaha dan pencabutan izin usaha bila komitmen tidak dipenuhi.
Pengetatan Pengawasan dan Respons Regulator
Di luar kasus per kasus, 2025 juga diwarnai upaya regulator memperkuat pengawasan industri pinjaman daring, termasuk respons terhadap fenomena ajakan “gagal bayar” di ruang publik. OJK melarang masyarakat ikut “gagal bayar pinjol” dan mengingatkan dampaknya pada akses pembiayaan ke depan.
Satgas PASTI memblokir ratusan entitas pinjol ilegal sepanjang tahun ini. Di sisi lain, OJK juga menyoroti risiko gagal bayar yang bisa meningkat akibat dinamika ekonomi, termasuk saat terjadi tekanan pendapatan rumah tangga dan gelombang PHK.
Kesimpulan
Dengan lanskap tersebut, 2025 menjadi tahun di mana pertumbuhan industri berjalan berdampingan dengan rangkaian “uji stres” berbentuk gagal bayar dan penegakan sanksi. OJK menekankan pemantauan intensif, fasilitasi penyelesaian antara penyelenggara dan lender, serta tindakan tegas, termasuk PKU dan pencabutan izin, untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik pada industri.
0 Response to "Kendala Pembayaran Fintech Lending 2025: Akseleran, DSI, dan Crowde"
Posting Komentar